Selamat Siang Bapak/Ibu JPN
Saya ingin bertanya bagaimana status hukum nominee menurut hukum Indonesia? karena belakangan ini sering terjadi bahwa WNA untuk dapat memiliki properti di Indonesia mengekalinya dengan cara menggunakan nominee. Apakah hal tersebut termasuk penyeludupan hukum atau hal tersebut sah-sah saja?
Terimakasih saudara Aldino Nugraha Ilham telah menggunakan platform HALO JPN untuk mendapat Pelayanan Hukum Gratis dari Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Dompu (JPN)
Jawaban atas pertanyaan hukum saudara adalah sebagai berikut :
Nominee adalah subjek hukum yang berstatus kewarganegaraan Indonesia (WNI) yang memiliki hak – hak sipil di Indonesia termasuk dalam kepemilikan hak atas tanah yang dalam suatu perjanjian mengikatkan diri dengan suatu subjek hukum berstatus kewarganegaraan asing (WNA) atas kesepakatan klausul peminjaman hak kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki oleh subjek hukum yang berstatus kewarganegaraan Indonesia (WNI) untuk dipakai untuk kepentingan pihak subjek hukum berstatus kewarganegaraan asing (WNA) secara legal-formal. Hukum Pertanahan Indonesia melalui Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Dasar – Dasar Agraria Pasal 21 ayat (1) berbunyi :
“Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”
Dan ditegaskan oleh ketentuan Pasal 26 ayat (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Dasar – Dasar Agraria berbunyi :
“Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.”
Memperhatikan kedua ketentuan pasal tersebut yang mengatur dasar status hak milik secara eksplisit satu – satunya subjek hukum yang dapat memiliki hak kepemilikan atas tanah adalah subjek hukum yang berstatus kewarganegaraan Indonesia (WNI), jika menggunakan interpretasi a contrario bahwa subjek hukum berstatus kewarganegaraan asing tidak diberikan oleh negara mempunyai kepemilikian hak atas tanah, tentu praktik tersebut adalah merupakan penyeludupan hukum yang memiliki resiko tinggi akan timbul permasalahan hukum yang merugikan negara dalam arti luas karena peruntukan tanah sesuai dengan UUD 1945, UUPA dan Undang – Undang Perpajakan menyimpang yang mempengaruhi sektor multidimensional khususnya sektor ekonomi karena tanah adalah main resource dalam melakukan perniagaan dan aktivitas ekonomi lainnya. Selain itu juga merugikan pihak WNA karena tidak ada perlindungan hukum terhadap hak – hak keperdataannya atas perjanjian nominee tersebut yang akhirnya menjadi ruang terjadinya kejahatan pertanahan.
Eksistensi Perjanjian Nominee ditinjau dari segi keperdataan didasarkan pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Meskipun asas kebebasan berkontrak membolehkan orang untuk melakukan perjanjian apapun dan dengan siapapun, akan tetapi perjanjian yang dibuat tersebut harus tetap memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mensyaratkan perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
Pada syarat causa yang halal, sesuai ketentuan pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Bahwa kemudian Mahkamah Agung RI melalui SEMA No.10 Tahun 2020 menyatakan “Pemilik sebidang tanah adalah pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat, meskipun tanah tersebut dibeli menggunakan uang/harta/aset milik WNI/Pihak Lain”.
Dengan perumusan hukum tersebut, maka yang dianggap secara hukum sebagai pemilik tanah yang didasarkan pada perjanjian pinjam nama kepemilikan tanah adalah WNI yang namanya terdaftar dalam Sertifikat Hak Milik (SHM). WNA yang telah mengeluarkan uang atau dana pembelian tanah, apabila suatu saat terjadi sengketa dimana WNI yang dipinjam dan namanya terdaftar dalam sertifikat mempermasalahkan atau mengklaim kepemilikan tanah, maka dengan mendasarkan pada SEMA, pengadilan akan menyatakan WNI yang namanya terdaftar dalam sertifikat selaku pemilik tanah.