Dear JPN,
Tolong bantuannya,
Kondisinya suami saya memberika sertifikat tanah ke orang lain tanpa pemberitahuan saya di 2021 dan menerima uang, ketika dia meninggal di tahun 2025 ini. Orang yang diberikan sertifikat saat ini ingin memberikan sisa pelunasan atas tanah tersebut. Saya tidak mengetahui perjanjian apa yang sudah di buat sebagai istrinya. Dan baru mengetahui ketika dia meninggal
Apakah hal tersebut sah?
Apakah saya bisa mengembalikan saja uang yang sudah di terima suami saya sehingga saya mendapatkan sertifikaynya kembali. Karena harganya sangat tidak masuk akal dan saya sebagai istri tidak mengetahui hal tersebut.
Dan untuk pembagian warisan, jika anak-anak saya berseteru hal apa yang harus saya lakukan? Salah satu anak saya tanpa perjanjian dan bukti meminta uang pembangunan rumah dikembalikan dan merasa hal tersebut hutang? Apakah pemberian kepada orang tua termasuk hutang?
Terimakasih
Selamat pagi, kami akan mencoba menjawab pertanyaan saudara sebagai berikut:
Pada dasarnya harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan sebagaimana dikatakan dalam Pasal 35 ayat (1) UU tentang Perkawinan
Terlepas dari apakah harta benda tersebut diperoleh oleh si suami saja (karena istri tidak bekerja) atau diperoleh oleh keduanya, selama harta benda tersebut diperoleh dalam perkawinan, maka harta tersebut adalah harta bersama. Dengan pengecualian bahwa jika harta benda tersebut diperoleh oleh masing-masing suami atau istri sebagai hadiah atau warisan, maka harta tersebut adalah harta bawaan yang berada di bawah penguasaan masing-masing selama para pihak tidak menentukan lain (Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan).
Atas harta bersama, suami atau istri hanya dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut dengan persetujuan dari pasangannya (Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan).
Jika tidak ada izin atau persetujuan dari istrinya atas penjualan tersebut, maka dapat dikatakan penjualan tersebut tidak sah sebagaimana dalam pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan, sehingga saudara mempunyai hak untuk melakukan gugatan hukum untuk membatalkan jual beli tersebut
Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan saudara terkait utang piutang, kami menjelaskan sebagai berikut:
Benda yang dihibahkan ketika telah memenuhi syarat, maka hak atas benda itu adalah milik penerima hibah. Dengan demikian, pemberi hibah tidak dapat menariknya kembali apalagi menganggap pemberian tersebut sebagai utang. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam Pasal 1666 KUH Perdata.
Selain itu, pengertian utang piutang atau dipersamakan dengan perjanjian pinjam meminjam atau pinjam pakai habis berbeda dengan hibah sebagaimana diatur di dalam Pasal 1754 KUH Perdata sebagai berikut:
Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Secara konseptual, utang piutang termasuk ke dalam perjanjian yang disepakati para pihak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi:
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Oleh sebab itu, jika mencermati kronologi yang Anda sampaikan, maka si anak yang memberikan uang kepada orang tuanya terhitung sebagai hibah, bukan sebagai pemberian utang.
Dengan demikian, si anak tidak dapat menganggap pemberian uang itu sebagai utang. Sehingga, pihak orang tua tidak dapat dianggap berutang dan berhak penuh atas apa yang anak hibahkan.