Dijawab tanggal 2025-02-04 08:12:52+07
Terima kasih atas pertanyaannya, dapat kami jelaskan bahwa sengketa tanah yang melibatkan klaim kepemilikan berdasarkan hukum adat dan hukum positif (Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA) sering terjadi di Indonesia, terutama di wilayah yang masih kuat mempertahankan hak ulayat masyarakat adat. Berikut adalah mekanisme penyelesaiannya:
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tanah
A, Penyelesaian secara non-Litigasi (Di luar Pengadilan)
1. Musyawarah Masyarakat Adat
- Sengketa tanah adat biasanya diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme adat, misalnya dengan perantara tokoh adat atau Lembaga adat;
- Jika musyawarah mencapai kesepakatan, maka hasilnya dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang memiliki kekuatan hukum.
2. Mediasi oleh Pemerintah atau Lembaga Terkait
- Pihak yang bersengketa dapat meminta mediasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah daerah, atau Komnas HAM (jika terikat pelanggaran hak Masyarakat adat)
- Pemerintah akan memverifikasi status tanah berdasarkan sertipikat tanah, peta tanah adat, dan bukti kepemilikan lainnya.
B. Penyelesaian secara Litigasi (Melalui Pengadilan)
Jika mediasi gagal, maka sengketa dapat diselesaikan melalui jalur hukum di pengadilan, dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Jika sengketa berkaitan dengan penerbitan sertipikat tanah yang dianggap melanggar hak adat, gugatan bisa diajukan ke PTUN untuk membatalkan sertipikat tersebut.
2. Pengadilan Negeri (Pidana / Perdata)
- Jika ada sengketa perdata terkait kepemilikan tanah, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata (Perbuatan melawan hukum)
- Jika terjadi dugaan pemalsuan dokumen atau penyerobotan tanah adat, kasus dapat diajukan ke ranah pidana berdasarkan Pasal 385 KUHP (Penggelapan hak atas tanah)
3. Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung sebagai Upaya hukum terakhir
- Jika perkara melibatkan konflik antara hukum adat dan UUPA, Mahkamah Konstitusi dapat meminta putusan terkait konstitusionalitas hak Masyarakat adat.
- Mahkamah Agung bisa memberikan putusan kasasi atau peninjauan Kembali berdasarkan yurisprudensi terkait hak-hak tanah adat.
Adapun dalam penyelesaian sengketa tanah antara hukum adat dan hukum positif, terdapat asas-asas yang digunakan, yaitu:
- Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali
- UU Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 mengakui keberadaan hukum adat dalam pengelolaan tanah, tetapi dengan batasan bahwa hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional.
- Jika ada peraturan khusus mengenai tanah adat, maka aturan tersebut lebih diutamakan dibandingkan aturan umum dalam UUPA.
- Asas Pengakuan Hak Ulayat (Recognition and Protection of Customary Rights)
- Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 mengakui hak-hak masyarakat adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan hukum nasional.
- Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 menegaskan bahwa hutan adat bukan lagi bagian dari hutan negara, yang menguatkan posisi hukum adat dalam sengketa tanah.
- Asas Kepastian Hukum (Rechtssicherheit)
- Sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dibandingkan klaim berdasarkan hukum adat jika tidak didukung oleh bukti konkret.
- Namun, jika tanah adat dapat dibuktikan melalui bukti sejarah, penguasaan fisik, dan pengakuan masyarakat adat, maka pengadilan dapat mengutamakan hak ulayat.
Kemudian untuk melindungi hak masyarakat adat, terdapat beberapa instrumen hukum yang bisa digunakan, yaitu:
- Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 → Mengakui hak ulayat masyarakat adat.
- UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) → Mengakomodasi tanah adat dalam sistem agraria nasional.
- UU No. 6 Tahun 2014 (UU Desa) → Mengakui desa adat sebagai entitas hukum dalam pengelolaan tanah.
- Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 → Mengakui hak masyarakat adat atas hutan adat dan tanah ulayat.
- Peraturan Daerah (Perda) tentang Tanah Adat → Beberapa daerah telah mengesahkan Perda yang memperkuat hak tanah adat.
Sehingga jika terjadi konflik, Langkah yang dapat ditempuh oleh masyarakat adat yaitu dengan mengajukan gugatan ke pengadilan, meminta mediasi pemerintah, atau mengajukan uji materi terhadap kebijakan yang merugikan mereka.
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. MAJENE
Alamat : Jl. Poros Majene - Mamuju, Baurung, Kec. Banggae Tim., Kabupaten Majene, Sulawesi Barat 91412
Kontak : 81293395357