Apa aturan hukum ahli waris menerima utang piutang dari pewaris yang sudah meninggal
Warisan merupakan kekayaan yang sebelumnya adalah milik pewaris yang berpindah ke ahli waris. Kekayaan yang dimaksud termasuk juga berupa utang piutang, aktiva, maupun pasiva yang merupakan hak dan kewajiban pewaris.
Hukum membayar utang piutang dari orang yang sudah meninggal oleh ahli waris ditentukan dalam Hukum Perdata. Saat seseorang sudah meninggal dunia dan meninggalkan keluarga maka seseorang tersebut meninggalkan beberapa aset dan juga utang kepada ahli waris.
Berdasarkan Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa para ahli waris dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak, dan semua piutang orang yang meninggal dunia. Meski tidak seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang diberikan kepadanya, dan bagi ahli waris yang menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul membayar urang, hibah wasiat, dan beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu.
Kemudian, dalam Pasal 1100 KUHPerdata diatur tentang utang pewaris yang harus ditanggung oleh para ahli waris yang menerima warisan. Oleh sebabnya, ahli waris demi hukum mendapatkan semua hak dan kewajiban milik si pewaris, maka ada kemungkinan bahwa utang pewaris melebihi harta pewaris, yang artinya aset yang ada mungkin tidak cukup melunasi utang pewaris.
Berkaitan dengan hal tersebut, dijelaskan dalam Pasal 1032 KUHPerdata bahwa ahli waris tidak memiliki kewajiban dalam membayar utang dan beban harta peninggalan lebih daripada jumlah harga barang yang termasuk warisan, kemudian terhadap barang para ahli waris sendiri tidak dicampur dengan barang harta peninggalan dan dia tetap berhak menagih piutangnya sendiri dari harta peninggalan itu.
Oleh sebab itulah, maka ahli waris terbagi dalam 2 jenis, yaitu: