Bahwa saya merupakan anak dari hasil diluar pernikahan, apakah anak dari hasil diluar pernikahan masih bisa mendapatkan hak waris dari ibunya tapi beda ayah
Pewarisan terhadap anak luar kawin diatur dalam KUH Perdata, antara lain:
Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah (Pasal 863); Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan ahli waris yang sah menurut undang-undang, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi harta peninggalan itu seluruhnya (Pasal 865); Undang-undang tidak memberikan hak apapun kepada anak di luar kawin atas barang-barang dan keluarga sedarah kedua orangtuanya, kecuali dalam hal tercantum dalam pasal berikut (Pasal 872); Bila salah seorang dan keluarga sedarah tersebut meninggal dunia tanpa meninggalkan keluarga sedarah dalam derajat yang diperkenankan mendapat warisan dan tanpa meninggalkan suami atau isteri, maka anak di luar kawin yang diakui berhak menuntut seluruh warisan untuk diri sendiri dengan mengesampingkan negara (Pasal 873). Jadi, sesuai pengaturan KUH Perdata, waris mewaris hanya berlaku bagi anak luar kawin yang diakui oleh ayah dan/atau ibunya. Tanpa pengakuan dari ayah dan/atau ibu, anak luar kawin tidak mempunyai hak mewaris.
Hak Waris Anak Luar Kawin menurut Hukum Islam
Bahwa aturan hak waris anak luar kawin menurut hukum islam? Berdasarkan Pasal 100 KHI, anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarganya ibunya. Secara istilah fikih, nasab diartikan sebagai keturunan ahli waris atau yang berhak menerima harta warisan karena pertalian darah. Kemudian, hubungan nasab merupakan salah satu penyebab kewarisan. Hal serupa juga ditegaskan kembali dalam Pasal 186 KHI yaitu : Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.
Hak Waris Anak Luar Kawin menurut UU Perkawinan
Sebagaimana telah kami uraikan di atas, Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan mengatur bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Namun, berdasarkan Putusan MK 46/PUU-VIII/2010, terdapat aturan pengakuan hubungan keperdataan antara anak luar kawin dan ayahnya jika dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, jika dapat dibuktikan bahwa memang orang tersebut adalah ayahnya, anak tersebut dapat mewaris dari si ayah biologis. Akan tetapi perlu diingat ketentuan dalam Pasal 285 KUH Perdata, bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayah biologisnya, sehingga timbul hubungan hukum antara si ayah dengan anak luar kawinnya tersebut, pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung dalam hal pewarisan