Apa saja hak yang dapat saya tuntut kepada suami saya ketika saya mengajukan gugatan cerai?
Cerai gugat menurut Pasal 132 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal Penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami. Berbeda dengan cerai talak yang mana setiap perkara cerai talak wajib bagi mantan suami untuk memberikan nafkah iddah, nafkah mut‟ah, nafkah madiyah, dan nafkah anak. Maka dalam cerai gugat tidak diatur mengenai konsekuensi yang sama seperti perkara cerai talak yang berdasarkan Pasal 149 KHI menyebutkan bilamana perkawinan putus karena cerai talak maka bekas suami wajib:
Untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi, maka dalam point 3 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2018 Hasil Pleno Kamar Agama, isteri dalam perkara cerai gugat dapat diberikan nafkah madhiyah, nafkah, iddah, mut‟ah, dan nafkah anak sepanjang tidak nusyuz. Hal ini sejalan dengan KHI yang menyatakan hak istri setelah menceraikan suaminya adalah mendapat nafkah idah dari bekas suaminya, kecuali ia nusyuz. Menurut KBBI, yang dimaksud dengan nusyuz adalah perbuatan tidak taat dan membangkang seorang istri terhadap suami (tanpa alasan) yang tidak dibenarkan oleh hukum. Kemudian menurut KHI istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban utama yakni berbakti lahir dan batin kepada suaminya di dalam batas-batas yang dibenarkan hukum Islam.
Dalam contoh kasusnya dapat dilihat dari putusan PA Jakarta Selatan No. 2615/Pdt.G/2011/PA.JS yang mana dalam kasus cerai gugat ini, hakim menjatuhkan putusan bahwa mantan suami sebagai tergugat wajib memberikan nafkah kepada mantan istrinya sebagai penggugat. Bentuk hak istri setelah menggugat cerai suami dalam kasus ini, antara lain (hal. 165):
Berdasarkan SEMA 3/2018, hak istri setelah menggugat cerai suami dapat berupa nafkah mutah dan nafkah idah sepanjang tidak nusyuz yang berarti suatu perbuatan yang tidak taat dan membangkang seorang istri terhadap suami (tanpa alasan) yang tidak dibenarkan oleh hukum.