Bagaimana cara pembagian harta waris yang benar menurut hukum perdata?
Terima Kasih Telah bertanya kepada Tim JPN Kejaksaan Negeri Boyolali. Sehubungan dengan Pertanyaan dari Pemohon, bersama ini kami sampaikan penjelasan atau tanggapan atas permohonan dimaksud.
Pembagian harta waris menurut hukum perdata terdapat tiga unsur tersebut adalah, adanya pewaris, adanya harta warisan, dan adanya ahli waris. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menegaskan bahwa proses waris baru bisa dilakukan apabila terjadi kematian dan dalam KUHPer telah diatur mengenai penerima waris dalam Pasal 832 yang berbunyi Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
Hukum waris perdata mengenal dua jalur yang bisa digunakan ahli waris untuk mendapat warisan secara adil. Pertama adalah absentantio, yang dalam hal ini keluarga pewaris akan menjadi pihak yang berhak menerima warisan, dan yang kedua adalah testamentair atau melalui surat wasiat yang diutamakan adalah golongan pertama sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan. Pembagian warisan menurut hukum perdata tidak membedakan bagian antara laki-laki dan perempuan, dengan demikian dapat dilakukan secara seimbang.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Boyolali secara gratis.