Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-07-18 14:48:23
Hukum Waris
JUAL-BELI TANAH WARIS

Saya memiliki saudara dengan keterbelakangan mental (gangguan jiwa). Saudara saya tersebut merupakan ahli waris dari sebidang tanah yang berada tidak jauh dari lingkungan rumah kami. Tanah tersebut oleh saudara saya yang lain dijual tanpa sepengetahuan atau persetujuan ahli waris yang dimaksud. Yang ingin saya tanyakan, apakah penjualan sebidang tanah tersebut sah? 

Dijawab tanggal 2023-07-18 14:50:22+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudari kepada Halo JPN. Adapun jawaban kami atas pertanyaan Saudari adalah sebagai berikut: 

Perjanjian jual beli merupakan bentuk peralihan hak yang paling banyak terjadi di dalam masyarakat. Jual beli dapat diartikan sebagai perjanjian timbal balik yaitu pihak yang satu sebagai penjual berjanji menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 

Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
  3. suatu hal tertentu, dan 
  4. suatu sebab yang halal. 

Selain itu Jual beli hak milik atas atas tanah juga harus memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah. 

Perjanjian jual beli hak milik atas tanah harus memenuhi syarat sah dan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, apabila syarat sahnya perjanjian dan ketentuan perjanjian jual beli atas tanah tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

Jika jual beli tersebut telah terjadi dan tanpa tanda tangan para ahli warisnya sebagai pemiliknya (karena tidak ada persetujuan dari para ahli waris), maka tanah tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk menjualnya. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1471 KUHPer di atas, jual beli tersebut batal. Dengan batalnya jual beli tersebut, maka jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada, dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula sebelum terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap berada pada ahli waris. Jika ada pihak yang menjual tanah warisan tersebut tanpa persetujuan para ahli waris, para ahli waris dapat menggugat secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPer, yang berbunyi: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah para ahli waris tanpa persetujuan ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak subjektif para ahli waris. Dapat juga melihat Pasal 834 KUHPer, yang memberikan hak kepada ahli waris untuk memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peninggalan tersebut. Hal ini disebut dengan hereditas petitio.

Mengenai seseorang yang di bawah pengampuan, ini menyangkut tentang kecakapannya dalam perjanjian. Subekti menjelaskan bahwa mereka yang di bawah pengampuan (curatele) oleh undang-undang dinyatakan sebagai golongan orang yang “tidak cakap” untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan (Pasal 436 KUHPer). Dalam surat permintaan pengampuan, harus disebutkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan orang tersebut yang membuat dia dimintakan pengampuan (keadaan dungu, gila, mata gelap atau keborosan) dengan bukti-bukti dan saksi-saksi (Pasal 437 KUHPer). Sehingga terbit surat penetapan yang dikeluarkan Pengadilan yang menetapkan adanya saudara atau kerabat dari ahli waris yang menderita gangguan jiwa sebagai pengampu untuk mewakili dalam melakukan suatu perbuatan hukum.

Demikian kami sampaikan, apabila Saudari masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudari dapat berkonsultasi secara langsung dan gratis ke Pos Pelayanan Hukum yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Luwu Utara.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. LUWU UTARA
Alamat : Jl. Simpurusiang, Komp. Pemda Luwu Utara, Kec. Masamba
Kontak : 82377093458

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.