Apabila ahli waris tidak memiliki anak. Bagaimana pembagian warisannya?
Halo Yundi,
Harta waris adalah wujud kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli warisnya. Hukum pembagian harta warisan di Indonesia diatur dalam tiga sistem hukum, yakni hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris berdasarkan KUH Perdata (Hukum Perdata).
Hukum Waris Adat
Hukum Waris Adat adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses penerusan serta pengoperan barang-barang atau harta benda yang berwujud dan yang tidak berwujud, dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Ada tiga hal yang membedakan hukum waris adat dengan hukum waris lainnya.
Hukum Waris Islam
Dalam hukum Islam, warisan dibagi berdasarkan besaran masing-masih ahli waris yang besarannya sudah ditetapkan. Namun, meskipun demikian, dalam hukum Islam, warisan juga dapat dibagi berdasarkan wasiat dengan ketentuan hanya diperbolehkan maksimal sepertiga dari harta warisan, kecuali jika semua ahli waris menyetujuinya.
Perihal ahli waris dalam pembagian waris menurut Islam, berdasarkan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI) ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Kemudian, sebagaimana diterangkan Pasal 172 KHI, ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan (bagi) bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.
KHI membagi membagi ahli waris ke dalam dua kelompok.
2. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda
Hukum Waris Perdata
Pembagian harta waris menurut hukum perdata atau KUH Perdata merupakan cara pembagian waris yang umumnya dilakukan oleh mereka yang bukan beragama Islam. Menurut Wirjono Prodjodikoro, warisan adalah perihal apakah dan bagaimana hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Dari definisi tersebut, Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang dapat ditarik dari pembahasan tentang pembagian harta waris menurut hukum perdata:
Pembagian harta warisan menurut KUH Perdata hanya dapat terjadi karena kematian sebagaimana ketentuan Pasal 830 KUH Perdata. Pembagian harta waris menurut hukum perdata dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain:
Ada empat golongan dalam pembagian harta waris menurut hukum perdata. Diterangkan dalam Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata, penggolongan tersebut menunjukkan ahli waris yang urutannya didahulukan. Atau dengan kata lain, jika ada golongan pertama, maka golongan di bawahnya tidak dapat mewarisi harta warisan yang ditinggalkan.
Golongan yang dimaksud, antara lain:
Membaca permasalahan yang saudara ajukan yakni apabila ahli waris tidak memiliki anak, bagaimana pembagian warisnya?, namun Saudara tidak menyampaikan dipandang dari sudut pandang sistem hukum apa, oleh karena itu kami akan menyampaikan pandangan kami terkait permasalahan Saudara dari sudut pandang sistem hukum waris berdasarkan KUH Perdata (Hukum Perdata).
Bahwa dari petanyaan saudara yakni apabila ahli waris tidak memiliki anak, dapat kami simpulkan dalam hal ini adalah pewaris atau orang yang meninggal dunia yang tidak memiliki keturunan atau anak. Berdasarkan ketentuan Pasal 859 KUH Perdata, apabila pewaris yang meninggal dunia tidak memiliki keturunan, maupun suami atau istri, maupun saudara laki-laki atau perempuan, maka bapak atau ibu si pewaris yang hidup terlama yang akan mewaris seluruh warisan dari si pewaris yang meninggal dunia.
Apabila si pewaris yang meninggal dunia tidak meninggalkan/ memiliki keturunan, maupun suami atau istri, maupun saudara-saudara maka warisanya harus dibagi dalam dua bagian yang sama, yakni satu bagian untuk keluarga yang sama dalam garis keturunan bapak si pewaris lurus ke atas dan satu bagian untuk keluarga yang sama dalam garis Ibu. (vide Pasal 853 KUH Perdata).
Apabila si pewaris meninggal dunia dengan tidak meninggalkan/memiliki keturunan mauun suami atau istri, sedangkan bapak dan ibunya masih hidup, maka masing-masing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si pewaris hanya meninggalkan seorang saudara laki-laki atau perempuan, mereka mendapat sepertiga selebihnya. Dan apabila si pewaris meninggalkan lebih dari seorang saudara laki-laki atau perempuan, maka bapak dan Ibunya mendapatkan seperempat dari warisan tersebut, sedangkan dua perempat bagain selebihnya menjadi bagaian saudara-saudara laki-laki atau perempuan si pewaris. (Vide Pasal 854).
Apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, dan bapak atau ibunya telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka bapaknya atau ibunya yang hidup terlama mendapat separuh dari harta peninggalannya, bila yang mati itu meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan dua orang; seperempat bagian, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan lebih dan dua. Sisanya menjadi bagian saudara laki-laki dan perempuan tersebut. (vide Pasal 855 KUH Perdata)
Apabila si pewaris meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau isteri, sedangkan baik ayah maupun ibunya sudah meninggal terlebih dahulu, maka seluruh warisan adalah hak sekalian saudara lakilaki dan saudara perempuan si pewaris. (VidePasal 856 KUH Perdata).
Pembagian dan apa yang menurut pasal-pasal tersebut di atas menjadi bagian saudara perempuan dan laki-laki, dilakukan antara mereka menurut bagian-bagian yang sama, bila mereka berasal dan perkawinan yang sama; bila mereka dilahirkan dan berbagai perkawinan, maka apa yang mereka warisi harus dibagi menjadi dua bagian yang sama, antara garis bapak dengan garis ibu dan orang dan orang yang meninggal itu; saudara-saudara sebapak seibu memperoleh bagian mereka dan kedua garis, dan yang sebapak saja atau yang seibu saja hanya dan garis di mana mereka termasuk. Bila hanya ada saudara tiri laki-laki atau perempuan dan salah satu garis saja, mereka mendapat seluruh harta peninggalan, dengan mengesampingkan semua keluarga sedarah lainnya dan garis yang lain. (Vide Pasal 857 KUH Perdata).
Kemudian berdasarkan Pasal 858 KUH Perdata, apabila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih hidup dalam salah satu garis ke atas, maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dan keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian keluarga sedarah dalam garis ke samping dan garis ke atas lainnya, kecuali dalam hal yang tercantum dalam pasal berikut. Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan keluarga sedarah yang masih hidup dalam kedua garis ke atas, maka keluarga sedarah terdekat dalam tiap-tiap garis ke samping masing-masing mendapat warisan separuhnya. Bila dalam satu garis ke samping terdapat beberapa keluarga sedarah dalam derajat yang sama, maka mereka berbagi antara mereka kepala demi kepala tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 845 KUH Perdata.