Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-07-12 09:15:09
Hukum Waris
WARISAN UNTUK CUCU ANGKAT

Selamat siang bapak ibu saya mau menanyakan 2 (dua) pertanyaan. Pertama, apakah seorang cucu yang diangkat anak oleh kakeknya memiliki hak atas warisan dari kakek tersebut meskipun tidak terdapat wasiat secara tertulis dan hanya wasiat lisan. Kedua, apabila dalam pembagian harta waris muncul perselisihan dalam memilih hukum yang hendak digunakan antara pembagian waris menurut hukum islam atau hukum perdata bagaimana solusinya

Dijawab tanggal 2023-07-13 15:32:27+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo jpn

Sehubungan dengan permasalahan Sdr yang menanyakan 2 (dua) pertanyaan. Pertama, apakah seorang cucu yang diangkat anak oleh kakeknya memiliki hak atas warisan dari kakek tersebut meskipun tidak terdapat wasiat secara tertulis dan hanya wasiat lisan. Kedua, apabila dalam pembagian harta waris muncul perselisihan dalam memilih hukum yang hendak digunakan antara pembagian waris menurut hukum islam atau hukum perdata bagaimana solusinya. JPN memberikan penjelasan sebagai berikut :

  • Bahwa dalam Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam (KHI) anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Kemudian terkait siapa yang bisa menjadi ahli waris, dalam Pasal 174 ayat (1) KHI telah mengelompokan ahli waris berdasarkan dua hal, menurut hubungan darah dan menurut hubungan perkawinan. Ahli waris menurut hubungan darah terdiri atas dua golongan, pertama golongan laki-laki (ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek) kedua golongan perempuan (ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek). Sedangkan ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan adalah duda atau janda. Selanjutnya Pasal 174 ayat (2) KHI menegaskan apabila seluruh ahli waris ada, maka yang berhak atas warisan adalah anak, ayah, ibu, janda atau duda.
  • Berdasarkan Pasal 174 KHI anak angkat tidak masuk dalam kelompok ahli waris manapun. Artinya anak angkat bukanlah ahli waris atas tirkah orangtua angkat. Meskipun bukan ahli waris, anak angkat tetap bisa memperoleh harta warisan orang tua angkatnya dengan atau tanpa wasiat. 
  • Bahwa terkait wasiat yang dilakukan secara lisan dalam Pasal 195 ayat (1) KHI jika wasiat dilakukan secara lisan, hal tersebut haruslah dilakukan dihadapan dua orang saksi. Selain itu Pasal 195 Ayat (2), (3), dan (4) KHI menegaskan lebih lanjut syarat-syarat dari wasiat yaitu wasiat hanya diperbolehkan maksimum 1/3 dari seluruh harta warisan, kecuali jika semua ahli waris menyetujui, kemudian wasiat kepada ahli waris berlaku jika disetujui semua ahli waris, terakhir pernyataan persetujuan pada Pasal 195 ayat (2) dan (3) dibuat secara lisan di hadapan 2 orang saksi atau tertulis dihadapan 2 orang saksi dan notaris. Apabila wasiat melebihi 1/3 harta warisan sedang ahli waris ada yang tidak setuju maka wasiat hanya dilaksanakan sampai 1/3 harta warisannya ketentuan ini diatur dalam Pasal 201 KHI.
  • Jika tidak diberi wasiat, atau wasiat yang ada tidak sah maka terhadap anak angkat berlaku wasiat wajibah. Dalam Pasal 209 Ayat (2) KHI menyatakan terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
  • Selanjutnya menjawab pertanyaan kedua. Dalam Paragraf Keempat Angka 2 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang memberikan hak opsi kepada para pihak yang berperkara dalam pembagian warisan. Hak opsi sendiri adalah hak untuk memilih hukum apa yang hendak digunakan dalam pembagian warisan. Namun Undang-Undang tersebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dalam perubahan ini, hak opsi dihapuskan. Pada  Paragraf Kedua Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dinyatakan bahwa: … kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "Para Pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus”. Dampak dari perubahan ini adalah orang islam tidak lagi diperbolehkan menyelesaikan perkara waris di Pengadilan Negeri maupun secara hukum adat. Artinya penyelesaian sengketa pembagian waris bagi orang beragama islam menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama dan diselesaikan berdasarkan hukum islam.

Demikian kami sampaikan apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Kota Semarang.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. KOTA SEMARANG
Alamat : Jl. Abdulrahman Saleh No.5-9, Kalibanteng Kulon, Kec. Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah 50145
Kontak : 85727639890

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.