Bagaimana pembagian hak waris terhadap anak angkat menurut hukum perdata?
Halo Sdr. Anastasia Parung! Terima kasih atas pertanyaannya ya! Kami Jaksa Pengacara Negara pada Kantor Kejaksaan Negeri Ngada akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
Jawaban :
UU Perlindungan Anak menganut prinsip demi kepentingan terbaik untuk anak, tetapi pengangkatan anak tidak memutus hubungan darahnya dengan orang tua kandung. Hak mewaris bagi anak angkat berbeda-beda dalam sistem hukum. Tujuan perkawinan adalah meneruskan keturunan, tetapi ada orang tak memiliki keturunan. Biasanya pasangan suami-isteri melakukan pengangkatan anak. Dalam konteks pengangkatan anak dikenal istilah adopsi. Pengangkatan diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, bahkan dikenal dalam sistem hukum perdata umum, hukum Islam, dan hukum adat. Pengangkatan anak termasuk hukum keluarga yang banyak mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan. Tidak hanya oleh Kementerian Sosial, tetapi juga Mahkamah Agung. Perhatian semacam itu tidak lepas dari munculnya beragam masalah yang berkaitan dengan anak angkat, apalagi jika sudah berkaitan dengan pewarisan. Persoalannya berkisar pada hak-hak anak angkat dalam pembagian waris. Tidak jarang, persoalan hak waris anak angkat bermuara ke pengadilan. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Anak, sebagaimana diubah UU No. 35 Tahun 2014 menganut prinsip the best interest of the child, untuk kepentingan terbaik si anak. Berkaitan dengan hak waris, Pasal 39 UU Perlindungan Anak penting untuk dicatat: Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. KUH Perdata tidak mengatur secara khusus hak waris anak angkat, tetapi ia berhak mendapatkan bagian melalui hibah wasiat. KUH Perdata hanya mengatur pengakuan terhadap anak luar kawin. Belanda pernah mengaturnya dalam Staatsblad No. 129 Tahun 1917 yang berlaku untuk golongan Tionghoa. Berdasarkan Pasal 875 KUH Perdata, seseorang berhak membuat wasiat atau testamen berisi pernyataan tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia, termasuk kehendaknya mengenai harta. Dengan pijakan ini, orang tua angkat bisa membuat wasiat yang memberikan bagian kepada anak angkat, tetapi pernyataan itu harus memperhatikan legitime portie ahli waris.