Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-09-04 15:04:27
Hukum Waris
WARISAN SEBAGAI JAMINAN HUTANG

Apakah di perbolehkan apabila warisan di masa yang akan datang dijadikan jaminan hutang apabila sesuai dengan Hukum Islam? terimakasih

Dijawab tanggal 2023-09-04 15:29:22+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:

Kami mengamati bahwa pertanyaan/permasalahan  Anda tidak diceritakan secara lengkap, maka inilah jawaban yang kami sampaikan.
Trisadini Prasastinah Usanti, yang berpendapat bahwa berkaitan dengan kewenangan menjaminkan, benda yang dijaminkan harus milik dari rahin (peminjam uang), jika benda yang dijaminkan bukan milik rahin maka perjanjian rahn tidak sah. Pada dasarnya, jaminan kebendaan rahn merupakan perjanjian menahan sesuatu benda, di mana benda atau bukti harta tetap menjadi milik peminjam yang ditahan sebagai jaminan atas utang, sehingga barang jaminan menjadi hak yang diperoleh pemberi utang dan dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang.
Dengan kata lain, adanya jaminan ini timbul karena adanya perjanjian khusus antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman berupa harta dari peminjam. Manakala peminjam tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi dalam melunasi uang yang telah dipinjamnya, maka terhadap barang jaminan akan dilakukan eksekusi dengan dijual dan hasil dari penjualan barang jaminan digunakan untuk pelunasan utang.
Dalam konteks ini, dapat disimpulkan bahwa hak waris di masa mendatang tidak memenuhi kriteria sebagai  jaminan pembayaran utang misal anak pada orang tua dikarenakan  jaminan masih belum atau bukan merupakan milik peminjam dan termasuk benda yang masih belum pasti dan tidak jelas perolehannya (mengandung unsur gharar/ uncertainty). Disini kami mengibaratkan apabila Anda adalah anak dan Orangtua Anda adalah pemberi warisnya. Bagaimana jika pemberi waris (orang tua) di masa mendatang tidak meninggalkan harta waris? Bagaimana jika anak yang berutang meninggal dunia terlebih dahulu dari pada orang tua yang memberi pinjaman uang?  Jika harta waris di masa mendatang dianggap sebagai benda dan dijadikan jaminan, maka  perjanjiannya bersifat gharar dan tidak termasuk dalam kausa yang halal. Berikut penjelasannya:
Gharar dari sisi peluang perolehannya. Berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) dan Al Quran Surat An-Nisa ayat 11, dalam pandangan hukum Islam, setiap anak memiliki hak mewaris dari orang tuanya, namun perlu diingat bahwa berlaku juga sebaliknya; setiap orang tua juga memiliki hak mewaris dari anaknya. Pada dasarnya hak mewaris hanya dimiliki oleh ahli waris  yang hidup lebih lama dari pewaris (lihat Pasal 175 KHI). Jika harta waris di masa mendatang dijadikan sebagai  jaminan untuk pelunasan pembayaran utang anak pada orang tua, maka kondisi gharar di sini adalah adanya ketidakjelasan dan ketidakpastian terkait apakah di masa mendatang anak memperoleh hak waris atas warisan orang tuanya, atau tidak adanya peluang bagi anak untuk memperoleh warisan dari orang tuanya. Peluang anak mendapat harta waris di masa mendatang hanya dapat terjadi jika memenuhi dua syarat secara mutlak, yakni jika orang tua meninggal dunia terlebih dahulu dari anak dan saat orangtua meninggal dunia meninggalkan harta waris untuk anak.
Gharar dari waktu perolehannya.  Kondisi gharar di sini adalah tidak ada yang dapat memberi kejelasan dan kepastian terkait waktu kematian sehingga tidak dapat dipastikan kejelasan terkait kapan harta waris dapat diperoleh dan dipindahtangankan.
Gharar dari sisi bentuk, dari sisi jumlah nominal besarnya atau dari sisi harga. Kondisi gharar di sini adalah tidak ada yang dapat memberi kejelasan dan kepastian bahwa setiap orang tua yang meninggal pasti meninggalkan harta waris. Kemungkinan yang terjadi, seluruh harta waris dapat habis terpakai untuk biaya pengobatan atau biaya pengeluaran lainnya di masa mendatang.

Gharar sendiri merupakan salah satu larangan utama dalam perjanjian pinjam-meminjam uang setelah larangan riba (bunga). Pengertian gharar menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”) adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syari’ah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian pinjam-meminjam uang (perjanjian utang-piutang) antara anak dengan orang tua adalah sah dan diperbolehkan dalam ketentuan KUH Perdata maupun Hukum Islam. Adapun pada perjanjian jaminan yang merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian pokoknya berupa perjanjian pinjam-meminjam uang, terdapat ketidaktepatan pada objek jaminannya. Hal ini menimbulkan akibat hukum pada perjanjian jaminan yang dibuat status hukumnya batal demi hukum, hal ini dikarenakan karaktekteristik dari “harta waris di masa mendatang” tidak memenuhi kriteria sebagai jaminan karena bukan merupakan harta milik peminjam uang, dan mengandung unsur gharar.
 

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Dumai secara gratis.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. DUMAI
Alamat : Jl. Sultan Syarif Kasim, No. 20Kel. Buluh Kasap, Kec. Dumai Timur, Dumai – RiauTelp. (0765) 31018 Fax (0765) 37493
Kontak : 82134355369

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.