Supported by PT. Telkom Indonesia
Sabtu, 23 Nov 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-08-16 09:49:07
Hukum Waris
TANAH WARISAN DENGAN WASIAT

Saya ingin bertanya apakah diperbolehkan apabila memberikan warisan kepada anak, namun dibubuhkan wasiat agar warisan tanah tersebut nantinya tidak dijual kepada orang lain yang tidak memiliki hubungan darah/saudara? Karena sebagai orangtua pasti ingin tanah warisan tetap berada di tangan keluarga.

 

 

Dijawab tanggal 2023-08-16 10:07:49+07

Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:

Pembagian tanah dari orangtua pada anaknya tersebut status hukumnya dikategorikan sebagai hibah. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. 

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada perbuatan hukum hibah terdapat unsur:

  1. Adanya pemindahan kepemilikan;
  2. Pemindahan kepemilikan tersebut terjadi pada saat kedua belah pihak, baik penerima hibah maupun pemberi hibah masih hidup;
  3. Tidak adanya ganti rugi dalam pemindahan kepemilikan tersebut,[2] atau dengan kata lain tanpa pamrih atau secara sukarela;
  4. Tidak ada batasan subjek hukum penerima hibah. Hibah merupakan kehendak dari pemberi hibah untuk menyerahkan barang yang menjadi miliknya kepada siapa pun penerima hibah yang dikehendakinya (baik ahli warisnya sendiri maupun orang atau badan hukum yang pemberi hibah kehendaki). Hal ini karena memang hibah merupakan kehendak dari pemberi hibah, termasuk jika pemberi hibah memiliki hak untuk memberi syarat tertentu yang wajib ditunaikan oleh penerima hibahnya. Jika dirasa syarat tersebut memberatkan bagi penerima hibah atau mustahil untuk ditunaikan, maka calon penerima hibah dapat menolak pemberian hibah tersebut sehingga tidak akan terjadi ijab qabul hibah diantara kedua belah pihak.
  5. Tidak ada batasan besarnya jumlah objek hibah. Hal ini karena memang hibah merupakan kehendak dari pemberi hibah untuk menyerahkan seberapa pun banyak barang yang menjadi miliknya kepada penerima hibah yang dikehendakinya. Dalam hal ini, jika orang tua Anda menyerahkan hibah tanah kepada enam orang anaknya, maka status hukumnya adalah boleh (halal) dan sah menurut pandangan hukum Islam. Walaupun dalam Pasal 210 ayat (1) KHI dinyatakan bahwa seseorang dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya, namun ini hanya berupa pedoman saja tidak sampai menjadikan suatu keharaman bila pemberian hibah melebihi 1/3, karena memang tidak ada dalil dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang membatasi besarnya jumlah objek hibah.

Berbeda dengan ketentuan wasiat terkait pembatasan besar jumlah objek wasiat, yaitu tidak dapat melebihi 1/3 bagian dari harta milik pemberi wasiat, sebagaimana dikisahkan dalam hadist riwayat Al-Bukhari dan Muslim ketika Rasulullah SAW melarang Sa’ad bin Abi Waqash mewasiatkan lebih dari 1/3 hartanya. Dalam KHI memang dijelaskan bahwa wasiat dapat melebihi batasan tersebut jika semua ahli waris menyetujui, akan tetapi kami tidak sependapat dengan hal tersebut, karena adanya hadist yang melarang wasiat melebihi 1/3 harta sebagaimana yang kami sebutkan di atas.

 

Apabila dalam pembagian tanah kepada anaknya tersebut telah terjadi perpindahan kepemilikan secara sempurna saat orang tua (Ayah/ibu) anda masih hidup, maka tanah tersebut dapat dikategorikan sebagai hibah orang tua kepada anaknya.

Dalam hal sebagai orangtua telah melakukan hibah berupa tanah terhadap anak-anaknya dengan syarat tertentu yaitu para penerima hibah dilarang untuk menjual objek hibah kecuali kepada saudara kandung sendiri, maka syarat yang telah tertuang dalam ijab qabul ini menjadi syarat yang wajib ditaati dan ditunaikan penerima hibah.

Syarat yang tertuang dalam ijab qabul hibah ini status hukumnya menjadi wajib dilaksanakan oleh penerima hibah sepanjang bukan termasuk syarat yang mustahil ditunaikan oleh penerima hibah serta merupakan syarat yang memenuhi kausa yang halal, tidak menyalahi ketentuan hukum Islam, tujuan pemberian hibah, etika, moral, ketertiban umum, dan tata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika calon penerima hibah tidak sanggup memenuhi syarat yang dimaksud, maka calon penerima hibah dapat menolak hibah dari pemberi hibah.

Sebagai informasi tambahan, menurut KHI, hibah dari orang tua kepada anaknya juga dapat diperhitungkan sebagai warisan, akan tetapi kami tidak sependapat karena menurut kami berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan di atas, hibah dan waris adalah dua hal yang berbeda sehingga hibah tidak dapat diperhitungkan sebagai warisan.

Di sisi lain yang dimaksud dengan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. 

Adapun unsur dari wasiat antara lain:

  1. Adanya pemindahan kepemilikan;
  2. Pemindahan kepemilikan terjadi pada saat pemberi wasiat telah meninggal dunia;
  3. Adanya batasan subjek hukum terhadap siapa wasiat diberikan. Walaupun wasiat merupakan kehendak dari pemberi wasiat untuk memberikan barang yang menjadi hak miliknya kepada penerima wasiat, namun pemberi wasiat tidak dapat sekendak hati berwasiat memberikan hartanya (jika ia telah wafat kelak) kepada siapa pun yang dikendaki. Subjek dari wasiat adalah siapa pun kecuali ahli waris. Ketentuan hukum Islam bahwa wasiat tidak dapat dilakukan dari pewaris kepada ahli warisnya adalah sebagaimana sabda Rasulullah SAW:  

Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan kepada setiap yang punya hak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.

Hadits ini merupakan peringatan adanya larangan berwasiat kepada ahli waris. Adapun berkaitan dengan ahli waris sendiri, Berdasarkan asas ijbari dan shariah compliance, jika menyangkut bagian harta bagi ahli waris maka kehendak manusia wajib tunjuk terhadap kehendak Allah SWT. Sesungguhnya Allah Maha Penyantun sendirilah yang menyantuni dan menentukan hukum waris dan bagian harta waris bagi masing-masing ahli waris sebagaimana diatur dalam Al Quran Surat An Nisa Ayat 11,12,13,14 dan 176. Bagian untuk ahli waris semata merupakan kehendak Allah SWT, bukan kehendak pewaris. Oleh karena itu orang yang akan meninggal dunia pada suatu ketika, tidak perlu merencanakan penggunaan hartanya setelah ia meninggal dunia kelak, karena dengan kematiannya, secara otomatis hartanya akan beralih kepada ahli warisnya dengan bagian yang sudah dipastikan

Pasal 195 ayat (3) KHI memang mengatur bahwa yaitu bahwa wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris, namun kami tidak sependapat dengan hal tersebut karena masih menjadi perdebatan, terlebih lagi terdapat dalil hadist yang kami kutip sebelumnya tentang larangan wasiat bagi ahli waris.

  1. Adanya batasan terhadap besarnya objek wasiat yang dapat diberikan, yaitu 1/3 dari harta, sebagaimana yang telah kami jelaskan pada pembahasan sebelumnya.

Oleh karena itu dalam perkara anda ini, jika pembagian tanah oleh orangtua/anda untuk anak tersebut belum berpindah kepemilikan selama anda/pemberinya masih hidup dan masih berupa rencana yang pelaksanaannya baru akan dibagi di kemudian hari setelah pemberinya wafat kelak, maka saat pemberinya wafat, status tanah tersebut merupakan harta waris dari pemberinya.

Pembagian tanah berikut syaratnya yang telah disampaikan anda tersebut statusnya dapat hanya sekedar “pesan” saja, bukan termasuk syarat hibah dan bukan pula wasiat.

Jika statusnya adalah harta waris, maka wajib dibagikan berdasarkan ketentuan hukum waris berdasarkan ketetapan Allah SWT. Akibat hukum yang ditimbulkan adalah para ahli waris berhak sepenuhnya atas harta waris yang telah menjadi hak bagiannya. Secara otomatis terjadi peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) kepada ahli warisnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada kehendak seseorang baik pewaris maupun ahli waris.

Dengan kata lain harta waris adalah hak ahli waris, dan harta peninggalan anda bukan lagi menjadi milik pewaris, namun telah menjadi milik ahli waris sepenuhnya setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada. 

Dengan demikian, para ahli warispun berhak dan bebas untuk tidak terikat syarat apapun terhadap tanah yang telah menjadi hak miliknya. Para ahli waris tidak wajib terikat syarat untuk tidak menjual tanah kepada orang lain kecuali pada sesama saudara kandung sendiri sebagaimana pesan anda, dan mereka memiliki hak dan kebebasan untuk menjual kepada siapa pun, menyedekahkan, menginfaqkan, mewakafkan atau bahkan dapat pula menghibahkan kepada siapa pun yang dikendaki para ahli waris.

Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Dumai secara gratis.

 

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. DUMAI
Alamat : Jl. Sultan Syarif Kasim, No. 20Kel. Buluh Kasap, Kec. Dumai Timur, Dumai – RiauTelp. (0765) 31018 Fax (0765) 37493
Kontak : 82134355369

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
pembatalan lelang

halo selamat siang kejaksaan sengeti

Pernikahan dan Perceraian
NAFKAH ANAK

Halo Bapak/Ibu. Perkenalkan nama saya

Pertanahan
Jual Beli Tanah dan Bangunan

Halo Bapak/Ibu, perkenalkan saya Iwan

Pernikahan dan Perceraian
perceraian

Min ijin bertanya, mengenai nafkah ba

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.