Saya suami berusia 55 tahun dan istri berusia 45 tahun yang beragama Kristen. Dua puluh tujuh tahun lalu saya menikah secara sah negara. Sebulan yang lalu istri saya mengakui bahwa anak terakhir kami bukanlah anak saya, melainkan hasil hubungan gelapnya dengan atasannya di tempat dia bekerja. Saya tidak dpt menerima itu dan kami akan bercerai, proses yang tepat bagaimana? Setelah mencari info di salah satu PN di wilayah hukum kami tinggal biaya yang harus kami keluarkan sungguh fantastis. Adakah standar baku untuk biaya perceraian? Haruskah saya didampingi pengacara? Bgmn status perwalian anak kami? yg tertua umur 24 thn blm menikah, yg kedua umur 21 thn blm menikah, anak ke tiga umur 17th. Yg ke empat itu yg bin anak sy umur 14thn.
mohon bantuan pa Jaksa. Terima kasih
Terima kasih atas kepercayaan Saudara untuk mengkonsultasikan permasalahan hukum yang tengah Saudara hadapi melalui Halo JPN.
Terkait pertanyaan Saudara, berikut jawaban Kami :
1. Proses Perceraian;
Dalam hal pengajuan gugatan cerai, bagi yang beragama Islam dapat mengajukan ke Pengadilan Agama. Sedangkan bagi yang beragama selain Islam diajukan ke Pengadilan Negeri (PN). Gugatan diajukan ke PN yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Jika tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap atau tergugat berada di luar negeri, gugatan diajukan di Pengadilan tempat kediaman penggugat. Oleh karena Saudara beragama Kristen maka Saudara dapat mengajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat tinggal tergugat (isteri) melalui PTSP bagian Perdata kemudian akan diberikan persyaratan yang harus dilengkapi oleh Saudara untuk mengajukan gugatan perceraian.
2. Standar Baku Biaya Perceraian;
Terkait biaya untuk mengurus proses perceraian didasarkan pada Penetapan Panjar Perkara oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat yang didasarkan pada radius jarak tempat tinggal para pihak.
3. Pendampingan Pengacara;
Pada dasarnya, Saudara dapat mengurus sendiri proses perceraian tanpa didampingi oleh Advokat atau Kuasa Hukum. Namun, biasanya para pihak merasa perlu didampingi Advokat karena awam soal hukum serta belum mengetahui prosedur persidangan terutama dalam hal pembuatan berkas-berkas persidangan, seperti surat gugatan dan lain sebagainya. Apabila Saudara merasa awam soal hukum saudara dapat menggunakan jasa Advokat atau Kuasa Hukum.
4. Status Perwalian Anak;
Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa apabila putus perkawinan karena perceraian mempunyai akibat hukum terhadap anak, maka baik Bapak atau Ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusannya (pasal 41).
Berdasarkan pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa status perwalian hanya untuk anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah menikah, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasan wali. Untuk status perwalian anak, setelah putusan perceraian dijatuhkan oleh Hakim, maka Hakim memanggil bekas suami-istri dan semua keluarga sedarah dan semenda dari anak-anak yang belum dewasa untuk didengar tentang pengangkatan wali bagi mereka. Kemudian Hakim akan menentukan untuk tiap anak siapa di antara suami atau istri yang menjadi wali masing-masing anak. Keputusan mengenai perwalian ini dapat diubah karena hal-hal baru yang timbul setelah keputusan perceraian.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum kami yang berada di Kejaksaan Negeri Jayapura secara gratis.