asslm wr wb .... sebelumnya saya mau menyampaikan apresiasi kepada Kejati Kalsel yang telah mendapatkan Predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) , dan saya sebagai masyarakat awan sangat merasakan keberadaan kejaksaan dalam membantu masyarakat untuk mendapatkan bantuan hukum (melalui penyuluhan2 hukum yang dilakukan kejaksaan)
pada kesempatan inin ijin mau menanyakan tentang permasalahan perkawinan, yang mana ada pegawai negeri yang memiliki isteri sah secara hukum namun memiliki isteri kedua? bagaimana hukumnya apakah diperbolehkan ? tks
Sebelumnya kami mengucapkan Terimakasih kepada Bapak atas kepercayaan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan khususnya bidang perdata dan tata usaha negara dalam memberikan solusi terhadap permasalahan hukum yang dihadapi.
Sehubungan dengan pertanyaan bapak mengenai apakah seorang laki-laki yang berstatus PNS mempunyai 2 orang isteri apakah dibenarkan menurut hukum?
Menurut UU No.1 Tahun 1974 yang dirubah dengan UU No.16 Tahun 2019 pada hakekatnya seorang suami hanya hanya boleh memiliki seorang isteri, namun dengan alasan tertentu seorang laki-laki dapat memiliki lebih dari seorang isteri antara lain disebabkan isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; isteri tidak dapat melahirkan keturunan (pasal 3 dan pasal 4 UU No.1 Tahun 1974)
Bahwa perkawinan ke-2 dari seorang laki-laki pada pokoknya diperbolehkan, namun perkawinan ke-2 hanya dapat dilakukan setelah ada ijin dari Pejabat yang berwenang (apabila PNS) dan/atau harus ada ijin dari pengadilan.
Perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam pasal 26 dan pasal 27 UU No.1 Tahun 1974 yang dirubah dengan UU No.16 Tahun 2019 tentang perkawinan. Pembatalan perkawinan dapat dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Terkait dengan PNS maka ada ketentuan yang mengatur tentang izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil yaitu Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 yang diubah dengan PP No.45 Tahun 1990
Demikian jawaban kami yang singkat ini semoga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang bapak hadapi
Bagaimana cara menuntut pengembalian